Pada Suatu Malam Aku Menangis

Hai, apakabar kamu yang jauh di sana? Aku sudah menerima emailmu barusan. Terima kasih sudah berkabar. Setelah sekian tahun tak jumpa. Kamu ...

Hai, apakabar kamu yang jauh di sana?

Aku sudah menerima emailmu barusan. Terima kasih sudah berkabar. Setelah sekian tahun tak jumpa. Kamu makin gagah dengan seragam dan tugas besarmu. Bangga sekali rasanya bisa melihatmu seperti sekarang ini. Semoga kamu bisa mengemban tugas negara dengan baik ya. 

Saat membaca pesanmu, aku jadi teringat lagu band kenamaan Indonesia, Peterpan. Lagu tentang kita. Hei, aku juga tengah mendengarkannya sekarang. Aku cukup terkejut saat melihat namamu tadi. Bagaimana bisa kamu menemukanku setelah sekian lama dengan nama lain?

Terimakasih ya sudah mengenangku. Kamu terlihat baik-baik saja dengan kehidupanmu sekarang. Sangat menyenangkan hidup tanpa kenangan walau itu mustahil dilakukan, bukan? Sama, aku pun juga begitu. tapi buat apa mengenang jika semua akan berakhir menyakitkan.

Ah, Aku baik. Terlihat sangat baik dengan statusku sekarang. Kehidupan bebas yang sangat kuharapkan sedari dulu. Tanpa kekangan, dan aku bebas melakukan apapun tanpa harus memikirkan perasaan orang lain tanpa hadirku. Yang paling penting, perlu kamu tahu, Aku gemukan sekarang. Hahaha....

Aku tak sebercanda itu soal perubahan terbesar dalam hidup ini. Wajah, tubuh dan semesta bisa berubah, tapi tidak dengan kenangan kita kan. Tak akan ada yang bisa merubah semua itu. 

Kamu, apakah pernah merasakan ini? Sendiri dalam sepi. Ingin berteriak tapi tak bisa. Mencoba diam dari segala keterpurukan yang hari demi hari tercipta. Namun, perlahan semua rasa itu hilang. Sungguh, bukan maksudku waktu itu meninggalkanmu waktu itu. Meninggalkanmu dengan semua pertanyaan yang tak pasti tentunya. Aku tau, itu menyakitkan. Maafkan aku.  

Aku pergi dengan luka yang masih menganga sampai sekarang. Luka yang sangat sulit untuk disembukan. Bahkan, saat mengetik ini pun, aku mencoba untuk tak menangis. Aku seperti tak bisa memaafkan jalan takdir yang memisahkan kita berdua. Sialnya aku terlalu terpuruk atas segala keputusan yang aku ambil beberapa tahun setelah kita berpisah.

Bukan salahmu memang. Akulah yang memutuskana untuk berlalu dari hadapanmu. Berlari menjauh darimu adalah pilihan yang harus kulakukan. Mungkin bukan keputusan yang baik di antara kita. Tapi apa boleh buat. Jalan takdir berkata lain. Aku tak mampu bertahan lebih lama dengan segala kondisi yang selalu seperti ini. 

Kelak, kamu bisa bertanya padaku kenapa aku bisa berbuat sedemikan jahat padamu. Ya, kamu bisa bertanya sepuasmu. Di tempat dan waktu yang berbeda. Tapi jangan sekarang. Aku butuh banyak waktu untuk melupakan segala hal yang telah terjadi pada kita tempo hari. Terlalu menyakitkan untuk mengenang semuanya. Sakit. 

Sungguh, aku merasakannya saat ini. Saat membuka pesanmu tadi. 

Kamu tau apa soal perasaanku waktu itu? Aku tak peduli kamu  marah ataupun benci padaku. Tak ada kuasaku untuk menghalangimu menaruh dendam atas sikapku dulu. Bukankah cinta tak harus memiliki. Toh, buktinya kamu sudah bahagia dengan hidupmu sekarang. Tak ada yang perlu dikenang lagi bukan?

Aku pun bukan orang yang dulu kamu kenal. Melepasmu, sudah semestinya aku lakukan. Bukan untukku saja. Tapi untuk keluarga kita. Kelak, jika kita sudah menua dan dipertemukan di masa yang berbeda. Janjiku untuk mengatakan semua. 

Sekarang, mari berjalan sendiri-sendiri. Menata hati dan masa depan yang siap menjemput kita esok hari. Aku berharap kamu melupakan semua sejenak. Melupakan hadirku dalam kehidupanmu yang lalu. Agar tak ada luka yang dalam lagi.

Cukuplah berakhir di sini. 

Untuk kamu.

Pada Suatu Malam Aku Menangis

Dalam Sepi

Menjejak memori lalu

Antara Aku dan Kamu.