A Moment To Remember Sebuah Perjalanan Untuk Merangkul Penyakit Demensia Alzheimer

Namaku Diana. Tapi orang-orang lebih mengenalku dengan nama Zhiang Zie Yie. Sepuluh tahun sudah aku berada di negeri ini. Sungguh, tak ada p...

Namaku Diana. Tapi orang-orang lebih mengenalku dengan nama Zhiang Zie Yie. Sepuluh tahun sudah aku berada di negeri ini. Sungguh, tak ada pilihan lain selain melakoni jalan hidup sebagai pekerja migran. Dan Hongkong, menjadi sebuah pilihan yang akhirnya bisa mengubah jalan hidupku.

Dua tahun pertama di Hongkong, menjadi tahun yang amat berat bagi setiap orang. Tak akan kuceritakan di sini. Kenangan itu begitu pahit untuk sekedar dibaca oleh khalayak umum. Biarlah semuanya tersimpan dalam memory.

Kini, hampir delapan tahun, aku bekerja dengan keluarga Hong (majikan keduaku). Merawat seorang wanita paruh baya yang menderita penyakit Demensia Alzheimer atau kepikunan. Entah sejak kapan gejala itu terjadi. Menurut cerita, dia amat tertekan karena kehilangan putra yang sangat dicintainya. Hal itulah yang menyebabkan otaknya terganggu. Dan menjadi awal penyakit itu datang. 

Tak mudah rasanya jika mengenang tahun pertama bersama Mama (panggilan untuk wanita paruh baya  yang aku jaga saat ini). Saat Mama masih terbilang sehat dan masih mampu melakukan aktifitasnya sendiri tanpa perlu bantuanku. Sungguh, dalam keadaannya yang masih sehat Mama sangat  susah sekali diatur  dan semau-maunya sendiri. Aku pun hampir ikut tertekan karenanya. Bagaimana tidak, hampir setiap waktu makan hati. Ingin rasanya marah. Melampiaskan kejengkelan padanya. Tapi urung, takut kualat dan menjadi pengasuh durhaka. 

Pernah suatu ketika, Mama menghilang. Berjam-jam tak pulang. Beruntung, ketika itu Mama masih mengingat nama apartemen rumah. Dan, entah darimana, Mama bertemu dengan polisi yang langsung mengantarkannya pulang. Polisi bilang, “Mama ingin bertemu seseorang. Tapi tak dia lupa dan tahu di mana orang itu tinggal.”

Sejak kejadian itulah, aku sadari bahwa penyakit Demensia Alzheimer  yang dideritanya bukanlah penyakit biasa. Tak ada satu dokter dan obat pun yang mampu menyembuhkan penyakit ini. Jika adapun, mungkin hanya untuk memperlambatnya saja. Karena sesungguhnya penyakit ini bukan untuk diobati. Tapi hanya ingin dimengerti dan didengar. Apapun, mau si penderitannya. 

Sungguh, tahun berlalu begitu cepat. Kini, Mama sudah tak bisa lagi beraktifitas seperti dulu. Kondisi tubuhnya pun menurun secara perlahan.  Tingkah lakunya sudah seperti layaknya balita yang selalu ingin dimanja dan dipeluk. Ingin selalu ditemani dan diperhatikan. Ya, mungkin karena penyakitnya itu yang membuatnya menjadi seperti  itu sekarang. Beruntung majikan memahami kondisi Mama saat ini. Jadi tidak terlalu membebankan pekerjaan berat padaku. 

Aku mempertahankan pekerjaan ini, semata hanya karena majikan menyayangiku layaknya keluarga mereka sendiri. Tak pernah sekalipun mereka membentak ataupun marah saat aku melakukan kesalahan dalam pekerjaan rumah. Bagi mereka, Mamalah yang menjadi prioritas pekerjaanku. 

Dan karena di rumah ini pulalah, aku bisa melakoni banyak profesi tanpa harus bersekolah tinggi. Seperti menjadi dokter bagi Mamaku. Sutradara, penulis skenario sekaligus editor film. Dan di akhir tahun ini, aku  bisa ikut ambil bagian menjadi citizen journalism  televisi nasional  Indonesia. 

Semua yang aku dapat sampai detik ini, tak lepas dari peran majikan yang terus mendukung setiap aktifitas yang kulakukan. Percayalah di balik kepahitan yang pernah kita jalani, akan ada kebahagiaan yang menghampiri di suatu nanti. 

Kawan, Menulis Adalah Sebuah Cara Agar Kita Tak  Melupakan Kenangan.

Dari Sebuah Kenangan Yang Kau Torehkan 

Bisa Jadi Mendatangkan Kebaikan.

Zhiang Zie Yie

Tin Shui Wai, 28 Desember 2018

#sharemystory #storyoftoday

NB : Berkat cerita di atas, Aku dan Mama di wawancarai oleh salah satu media lokal di Hong Kong yang beberapa bulan lalu dipaksa berhenti beroperasi oleh pemerintah Hong Kong. Untuk videonya kalian bisa lihat di youtube berikut ini.