Aku tidak tau jalan pikiran apa yang merasuki perempuan ini sampai keukeh ingin membunuhku. Cairan yang tak kuketahui namanya, ku ku sesap....
Aku tidak tau jalan pikiran apa yang merasuki perempuan ini sampai keukeh ingin membunuhku. Cairan yang tak kuketahui namanya, ku ku sesap. Beruntung, seseorang yang bersamanya malam itu mencegahnya. Menampar pipinya berulangkali. Suara tamparan itu cukup terdengar di telingaku. Dia menangis. Memeluk lututnya. Menyesal.
Tapi, itu hanya sesaat.
Dia kembali mencari tempat yang tepat untuk membunuhku. Sepanjang malam, dia selesai di depan layar monitornya. Aku bisa merasakan kegelisahan itu. Perempuan ini, sesekali mendengus kesal. Mengumpat entah kepada siapa.
Aku cukup tau rasa itu.
Rasa tak diinginkan.
Rasa ingin disisihkan.
Malam pertemuan, sejak pertemuannya dengan seseorang itu, aku mendengar dia menelpon seseorang. Aku pikir orang lain. Nada suaranya lebih tegas.
"Jangan, aku bisa membantumu."
Itu kata yang kudengar sebelum akhirnya telpon memegang itu dibanting. Dia mengumpat sejadi-jadinya.
"Sial. Kenapa kau harus datang dikehidupanku, umpatnya sambil memukuliku.
Satu.
Dua.
Tiga.
Aku menghitungnya. Pukulan itu keras sekali. Tapi setelah itu, dia kesakitan. Perempuan menangis dan tak henti-hentinya menceracau. Tangisan ini, adalah tangisan terpanjang yang pernah ku dengar.
Lalu, beberapa menit berselang. Aku mendengar suara sirene itu. Perempuan ini dibopong ke ambulans. Dan lima belas menit kemudian. Kami sampai di rumah sakit terbesar di kota ini.
Beberapa orang beseragam putih menghampiri kami. Menciksa perempuan yang sekarang tergolek lemah. Memasang alat yang tak kuketahui kegunaannya. Dan membawa kami ke ruangannya yang terisi peralatan medis.
"Dia harus segera pulih," kata salah yang berdiri di sisi ranjang kami.
Perempuan ini terlelap. Aku tak bisa membangunkannya dari tempatku meringkuk. Obat bius terlalu kuat. Rasanya telah mempengaruhi kesadarannya.
Beberapa pasang mata terlihat menunduk. Seperti tengah berdoa. Mereka mulai bekerja. Cukup cepat. Aku bisa merasakan darah mengalir dari jalan kehidupan. Dan tak berapa lama, Aku menyetujui mereka untuk keluar.
Aku tak berontak.
Aku tak menangis.
Sungguh.
Aku sudah mengikhlaskan apa yang sudah tergaris.
Sekalipun, aku tak pernah marah atas apa yang diperbuat perempuan ini. Karena kejadian apa pun yang terjadi terhadap orang lain, pastilah jalan terbaik sesuai dengan ketetapan-Nya. Dan ini, adalah jalan terbaik yang telah dipilih Tuhan untuk kami.
Perempuan ini adalah calon ibuku. Walau saat ini dia membenciku dan sama sekali tidak menginginkanku ada. Tapi aku yakin, kelak, di suatu masa yang mana, dia akan menganggapku sebagai seseorang yang pernah ada dan bersemayam di dalam rahimnya.
Mungkin.
Saat ini.
Dia bahagia.
Walau harus, coba rasa dari ayunan.
Ya aku
Aku yang terlahir, dari tumpahan mani yang berlomba menuju rahim ibuku.
Aku yang terlahir dengan luka menyayat. Tak hanya tubuhku. Tapi juga hatiku.
Aku yang terlahir dari ketidakinginan perempuan ini.
Aku terlahir dari nafsu sesaat yang mereka perbuat.
Aku yang terlahir dari perempuan yang menginginkanku mati.
Ya, sekali lagi itu aku.
Cerita ini Aku buat setelah seseorang menanyakan seorang dokter yang mau aku sendiri mau mau memberikannya. Sekalipun aku tau dan paham di mana tempat mereka praktiknya.
Beberapa minggu yang lalu, bahkan aku sudah harus mengepost tempat itu di laman blogku. Tapi entah kenapa, tulisan itu mendadak eror. Aku malah tak mau menyimpannya. Ya mungkin, DIA tak bisa diizinkan aku menulis tentang itu.
Seharian ini, saya dihubungi beberapa orang yang setelah terbukti orang ini ingin melakukan menentang terhadap dagingnya.
Aku bisa merasakan, seseorang itu sedang menikmati pertengahan. Bingung atau entahlah. Namun, jika kalian membaca ini. Yakinilah, seseorang itu hanya akan menggunjingmu pada masa kompilasi kalian berada di titik kealpaan. Jika kelak kalian bisa berdikari, aku sangat yakin. Orang yang menggunjingmu berbalik hati mencintaimu.
Tin Shui Wai, 11 September 2019.
Tapi, itu hanya sesaat.
Dia kembali mencari tempat yang tepat untuk membunuhku. Sepanjang malam, dia selesai di depan layar monitornya. Aku bisa merasakan kegelisahan itu. Perempuan ini, sesekali mendengus kesal. Mengumpat entah kepada siapa.
Aku cukup tau rasa itu.
Rasa tak diinginkan.
Rasa ingin disisihkan.
Malam pertemuan, sejak pertemuannya dengan seseorang itu, aku mendengar dia menelpon seseorang. Aku pikir orang lain. Nada suaranya lebih tegas.
"Jangan, aku bisa membantumu."
Itu kata yang kudengar sebelum akhirnya telpon memegang itu dibanting. Dia mengumpat sejadi-jadinya.
"Sial. Kenapa kau harus datang dikehidupanku, umpatnya sambil memukuliku.
Satu.
Dua.
Tiga.
Aku menghitungnya. Pukulan itu keras sekali. Tapi setelah itu, dia kesakitan. Perempuan menangis dan tak henti-hentinya menceracau. Tangisan ini, adalah tangisan terpanjang yang pernah ku dengar.
Lalu, beberapa menit berselang. Aku mendengar suara sirene itu. Perempuan ini dibopong ke ambulans. Dan lima belas menit kemudian. Kami sampai di rumah sakit terbesar di kota ini.
Beberapa orang beseragam putih menghampiri kami. Menciksa perempuan yang sekarang tergolek lemah. Memasang alat yang tak kuketahui kegunaannya. Dan membawa kami ke ruangannya yang terisi peralatan medis.
"Dia harus segera pulih," kata salah yang berdiri di sisi ranjang kami.
Perempuan ini terlelap. Aku tak bisa membangunkannya dari tempatku meringkuk. Obat bius terlalu kuat. Rasanya telah mempengaruhi kesadarannya.
Beberapa pasang mata terlihat menunduk. Seperti tengah berdoa. Mereka mulai bekerja. Cukup cepat. Aku bisa merasakan darah mengalir dari jalan kehidupan. Dan tak berapa lama, Aku menyetujui mereka untuk keluar.
Aku tak berontak.
Aku tak menangis.
Sungguh.
Aku sudah mengikhlaskan apa yang sudah tergaris.
Sekalipun, aku tak pernah marah atas apa yang diperbuat perempuan ini. Karena kejadian apa pun yang terjadi terhadap orang lain, pastilah jalan terbaik sesuai dengan ketetapan-Nya. Dan ini, adalah jalan terbaik yang telah dipilih Tuhan untuk kami.
Perempuan ini adalah calon ibuku. Walau saat ini dia membenciku dan sama sekali tidak menginginkanku ada. Tapi aku yakin, kelak, di suatu masa yang mana, dia akan menganggapku sebagai seseorang yang pernah ada dan bersemayam di dalam rahimnya.
Mungkin.
Saat ini.
Dia bahagia.
Walau harus, coba rasa dari ayunan.
Ya aku
Aku yang terlahir, dari tumpahan mani yang berlomba menuju rahim ibuku.
Aku yang terlahir dengan luka menyayat. Tak hanya tubuhku. Tapi juga hatiku.
Aku yang terlahir dari ketidakinginan perempuan ini.
Aku terlahir dari nafsu sesaat yang mereka perbuat.
Aku yang terlahir dari perempuan yang menginginkanku mati.
Ya, sekali lagi itu aku.
Cerita ini Aku buat setelah seseorang menanyakan seorang dokter yang mau aku sendiri mau mau memberikannya. Sekalipun aku tau dan paham di mana tempat mereka praktiknya.
Beberapa minggu yang lalu, bahkan aku sudah harus mengepost tempat itu di laman blogku. Tapi entah kenapa, tulisan itu mendadak eror. Aku malah tak mau menyimpannya. Ya mungkin, DIA tak bisa diizinkan aku menulis tentang itu.
Seharian ini, saya dihubungi beberapa orang yang setelah terbukti orang ini ingin melakukan menentang terhadap dagingnya.
Aku bisa merasakan, seseorang itu sedang menikmati pertengahan. Bingung atau entahlah. Namun, jika kalian membaca ini. Yakinilah, seseorang itu hanya akan menggunjingmu pada masa kompilasi kalian berada di titik kealpaan. Jika kelak kalian bisa berdikari, aku sangat yakin. Orang yang menggunjingmu berbalik hati mencintaimu.
Tin Shui Wai, 11 September 2019.
COMMENTS